Malam hari terasa sunyi, hening dan menenangkan. Pukul sebelas malam, waktu favorit bagi saya untuk mengerjakan berbagai pekerjaan yang tak sempat selesai di siang hari. Yah, beginilah siasat menghadapi ekonomi yang kian suram. Sebisa mungkin maksimalkan tenaga yang tersisa demi menambah pundi-pundi pendapatan.
Ketika sedang bersemangat di depan laptop, tiba-tiba saya mendapatkan sebuah notifikasi yang menggemparkan. Tulisannya kurang lebih begini, “Windows 10 akan dihentikan! Segera upgrade ke Windows 11 sekarang juga!”

Mendapat ancaman seperti itu, saya pun segera bertindak. Dalam beberapa kali klik, saya mengunduh aplikasi PC Health Check, untuk mempersiapkan proses upgrade ke Windows 11 yang terbaru.
Tapi beberapa saat kemudian, sebuah pil pahit harus saya telan. Ternyata oh ternyata, laptop Thinkpad T460 saya gak support Windows 11.
Yowis lah, mau gimana lagi. Waktunya move on dan kembali ke pekerjaan.
Wajar Ga Sih Pake Perangkat Tua?

Sebenarnya saya cukup maklum, jika laptop saya ndak bisa mendukung aplikasi terbaru. Wong laptop saya ini laptop tua kok.
Lenovo Thinkpad T460 ini memang laptop badak, tapi meski begitu dia tetap saja laptop keluaran lawas yang dirilis tahun 2016. RAM boleh gede di 16GB, tapi tetap saja prosesor yang dipakai adalah Intel Core i5 generasi ke-6 yang dirilis tahun 2015.
Jadi bisa dibilang, laptop saya ini sudah hampir 10 tahun lho umurnya, hahaha.
Setelah dipikir-pikir lagi, laptop Thinkpad saya ini pun sebenarnya bukan satu-satunya old piece of tech yang saya miliki. Bahkan sejujurnya, sebagian besar perangkat yang saya miliki itu merupakan produk tua yang mulai outdate.

Contoh, Tablet yang biasa saya pake buat todolist, itu seri Evercoss eTab 10 yang dirilis sekitar tahun 2020. Kalo dihitung, sekarang umurnya udah ada 5 tahunan.
Kamera Mirrorless yang biasa saya pakai buat ngonten, itu seri Fujifilm XA5 yang diluncurkan pada tahun 2018. Jika dihitung, umurnya sekarang sudah 8 tahun.

Layar LCD yang biasa saya pakai sebagai second screen, adalah seri LG Flatron L1742SE yang dirilis sekitar tahun 2010. Ini paling tua sih, umurnya udah hampir 15 tahun, wkwkwk
Sejauh ini gadget termuda yang saya punya adalah smartphone Tecno Pova 4 yang dirilis tahun 2022. Umurnya sudah 3 tahunan, dan sejauh ini saya belum menemukan rencana apapun untuk ganti atau upgrade. Bukan berarti gak ada minus ya… Minus mah, banyak. Cuma males aja buat uprade hape lagi.
Menurut saya ada banyak banget pertimbangan yang membuat saya memutuskan untuk gak upgrade, atau at least menahan diri untuk upgrade barang elektronik. Diantaranya adalah…
Beberapa Alasan Untuk Bertahan Dengan Gadget yang Mulai Menua.
Langsung aja, saya mari bahas dari poin pertama.
1. Spesifikasi yang Masih Layak

Teknologi memang maju dengan sangat pesat dan cepat. Mengikuti kemajuan teknologi adalah sebuah kewajiban, tapi terus-menerus ganti perangkat demi mengakomodasi kemajuan teknologi.. itu urusan lain.
Menurut saya, akan terasa sangat melelahkan jika kita memaksakan diri untuk terus membeli perangkat dengan teknologi terbaru. Padahal di saat yang sama, perangkat yang ada saat ini pun sebenarnya masih layak untuk digunakan.
Itulah yang saya rasakan bersama laptop tua saya ini. Meskipun dirilis 10 tahun yang lalu, tapi kenyataannya laptop ini masih cukup untuk jadi partner saya mengerjakan berbagai pekerjaan. Mulai dari menulis, ngedit foto hingga ngedit video sekalipun. Biarpun Windows 10 akan dihentikan update-nya, tapi sejauh ini gak ada kompabilitas dari masalah aplikasi. Semua aplikasi yang saya butuhkan, itu bisa berjalan dengan smooth. Ya walaupun sesekali ada lah, nge-lag dikit.
Paling ya komprominya, mau gamau ngedit konten pake aplikasi jadul macem Adobe Photoshop versi CS6 (which is released from 2012). Ngedit video alih-alih pake Adobe Premiere, saya pake Capcut PC yang jauh lebihringan. Sejauh ini ya Alhamdulillah, meski dibeli dengan harga murah.. tapi bisa membantu saya mendapatkan pundi-pundi penghasilan.

Pun begitu juga dengan smartphone saya seri Techno Pova 5. Dengan spesifikasi RAM 8GB dan ROM 256GB, saya masih merasa bahwa untuk penggunaan sehari-hari gak ada masalah apapun. Toh, saya pun jarang main game dan edit-edit di hape. Jadi sejauh ini, semua sih masih fine-fine saja.
2. Harga Produk Baru Kian Mahal

Di tengah ketidakpastian ekonomi, inflasi makin menggila. Harga-harga makin meninggi, namun pendapatan tetap segitu-segitu saja. Ini berimbas pada barang elektronik yang makin mahal, tapi daya beli masyarakatnya gak sampe kesana.
Ambil contoh Laptop, misalnya. Kalau kita butuh spek laptop terbaru yang at least bisa buat ngedit-ngedit.. itu minimal kita merogoh kocek 8 hingga 10 jutaan. Peralatan kamera yang proper buat ngonten juga kurang lebih sama, butuh dana antara 8 hingga 10 jutaan. Dengan hitung-hitungan sederhana saja, itu udah dua kali lipatnya UMR Jakarta euy.
Kalau pendapatan kalian besar, mungkin bukan halangan ya. Tapi untuk yang pendapatannya pas-pasan dan sudah berkeluarga macem saya, tentu akan berpikir puluhan kali untuk beli barang elektronik yang harganya tinggi.
Itulah kenapa saya seringkali memutuskan untuk…
3. Meminang Barang Secondhand

Barang second bisa jadi alternatif, meskipun kadang memang penuh gambling. Meski tentunya lebih berumur, tapi kalau piawai menemukan barang yang tepat, kita bisa dapet value yang sesuai dengan harga yang jauh lebih murah.
Seperti Laptop Thinkpad saya ini, yang saya beli dengan harga murah meriah : cuma 2,5 juta aja. Memang tentu ada beberapa kekurangan, dan ada sisi gambling yang tak bisa dikesampingkan. Tapi sejauh ini, saya merasa gak merugi kok. Toh, sudah banyak juga pundi-pundi yang saya dapatkan dari barang second ini.
Defect atau minus sedikit gapapa, asalkan masih fungsional dan bisa digunakan untuk mendapatkan pendapatan lebih banyak lagi. Nantinya kalau dirasa uang sudah cukup, barulah kita upgrade ke perangkat yang lebih proper dengan harga yang lebih mahal.
4. Melawan Planned Obsolescence

Planned obsolescence adalah salah satu strategi bisnis dalam mendesain suatu produk dengan rentang usia pemakaian yang dibatasi secara sengaja (planned) sehingga produk tersebut akan menjadi usang atau kuno (obsolescence) dalam tempo waktu tertentu.
Praktik ini makin marak di zaman sekarang, dimana produk-produk yang kita beli.. meskipun ditanamkan teknologi-teknologi terkini, namun justru lebih cenderung cepat rusak. Itu karena para produsen ini ingin mendongkrak angka penjualan jangka panjang dengan memperpendek durasi pembelian berulang sehingga akan memaksa konsumen untuk terus membeli produk yang baru.
Itulah mengapa home appliance macam AC, Kulkas dan Mesin cuci zaman sekarang makin canggih, tapi kalo sekalinya ada kerusakan.. ya wasalam. Entah rogoh kocek dalam-dalam untuk servis atau sekalian aja beli baru.
Kendaraan baru keluaran sekarang, bodi dan rangkanya jauh lebih ringkih. Kalah jauh kekuatan materialnya jika dibandingkan sama kendaraan zaman dulu.
Pun begitu juga dengan laptop dan smartphone, yang seringkali sengaja dibuat ‘lebih lambat’ agar kita cenderung beli produk baru setiap tahunnya. (Apple pernah didenda gede banget karena kasus ini lho btw)
Nah, hal seperti inilah yang membuat saya masih setia dengan produk-produk lama, meskipun mulai berumur. Asalkan masih bisa digunakan dengan normal dan tidak terlalu mengganggu workflow kerja, yaa.. yowis, dipake aja.
Kalau sekiranya ada kerusakan, dan kerusakannya masih cukup oke buat diperbaiki, ya udah saya benerin sendiri saja. Kecuali kalau sudah bener-bener mentok gak bisa dibenerin atau biaya benerinnya kemahalan.. baru deh saat itu saya akan upgrade.
Begitulah, baiknya kita beli karena butuh.. bukan beli karena gengsi, hehehe
——————–
Kalau kalian, ada pake barang-barang elektronik lawas juga gak buat sehari-hari? Coba ceritain dong, gimana aja keluh kesahnya di kolom komentar ya.
Bekasi, 03 Juli 2025
Ditulis setelah capek jalan kaki ke kantor.
Karena memang dilatih untuk menggunakan sesuatu dengan sayang, dirawat dengan baik, sampai sekarang apapun barangku selalu awet. Termasuk electorik. Contohnya HP sampai saat ini masih dipakai udah lebih dari lima tahun. Tetap bertahan walau di HP ku belum spect yang bisa top up langsung kalau isi E-Money.
Selain itu, belakangan makin sadar kalau kita memakai barang dengan boros, itu berdampak sekali dengan lingkungan.Terlalu banyak pelaku bisnis melupakan kebelangsungan kehidupan dan disini alam adalah nadinya.
Tulisan yang makin menyadarkan arti merawat dan mengerti fungsi. Thanks Jar.
Nah, paling pertimbangannya NFC aja ya mbak kalo mau upgrade hape baru. Sisanya yaa masih bisa berjalan sesuai semestinya.
Terlalu banyak sampah elektronik memang gak bagus buat lingkungan mbak. Apalagi, sebagian besar dari sampah elektronik juga gak bisa direcycle. Jadi kebayang dah itu, macem apa polusinya
Hoo aku baru tahu ada istilah Planned obsolescence, pantes aja yaa kalau udah tiga tahun punya gadget baru,.rasanya udah kayak barang purba, padahal masih bisa dipakai. Banyak banget update barang teknologi yang baru bikin gawai kita terasa kuno. Ternyata ini bagian dari strategi marketing.
Aku kalau untuk laptop beli baru kalau laptopnya udah nggak bisa digunakan sama sekali, wkwkwk. Selama masih bisa dipake mah hayu. Kalau smartphone tuh emang suka tergoda. Ganti gadget udah kayak milih presiden aja jadinya 5 tahun sekali kayak harus udah ganti lagi. Alhamdulillah nih aku masih bertahan smartphone dari 2021 masih bagus banget cuman memorinya yang butuh space, rasanya pengen ganti lagi, haha.
Yups mbak. Kalaupun barangnya gak ketinggalan zaman, dibikin seakan-akan udah ketinggalan. padahal, sebenernya mah untuk kebutuhan kita mungkin masih tetep bisa dipake banget. Tapi kalo kita gak ganti, mereka gak dapet omset dong.. hehe
Emang baiknya gitu mbak. Ganti kalo rusak aja, bukan karena gengsi. Kalo kejar gengsi mah, gak ada abisnya
Untuk saat ini, saya sudah pada tahap pakai barang sesuai fungsinya Mas. Jadi kali masih bisa diajak bekerja ayo saja. Laptop saya juga 2012 dan 2017. Itu juga sudah kayak pakai rantai. Mau dipakai ya harus dichas hahaha. Tapi ga apa selama masih bisa dipakai. Soalnya Memnag produk elektronik sekarang mahal. O iya tablet saya juga sudah jadul. Saya sampai lupa belinya tahun berapa hahaha.
Gapapa pak,asal masih bisa dipakai nyari uang mah.. ndak masalah,
Aku juga pakai second, mas.. always dapet lungsuran dari suami kalo gadget gadget.
Jadiii bisa dibayangkan yaa.. abis dipakai beliau beberapa tahun, lungsur ke aku.
Otomatis yaa.. pada tua.
Tapi aku bangga.
Soalnya masih mereka masih bisa bertahan dan tangguh diajak kerjasama.
Aku gak pernah rewel sama gadget siih.. bahkan aku tahan-tahan banget buat gak sambat “Duh, kudu nyolok ke listrik terus nih… karena daya baterenya mulai menurun.”
As long as ga ganggu kerjaan aku mah.. gassss!!
**ganggu means gampang nge-lag, tiba-tiba layar putih or somthing like tht.
Kalo uda gituu.. aku mulaii tantrum siih…
Betul mbak, selagi workflow masih gak begitu keganggu dan nulis bisa lancar.. gak ada kebutuhan untuk mengganti apapun si.
Kecuali udah ‘separah itu’ sampe ganggu kerja, barulah pertimbangkan buat update lagi.
Capek kalo ngikutin teknologi baru tuh. Capek biayanya hahah. Dulu waktu blm punya tanggungan aku termasuk yg pingin selalu update klo ada android baru. Tapi makin kesini makin sadar, gadget atau teknologi lainnya yg penting fungsinya kok. Selagi masih bisa dipakai sesuai fungsinya atau tidak rusak, kenapa harus ganti? Yaa itu kesadarannya muncul jg krn budget semakin mengetat sih hihi
Begitulah, ngejar teknologi mah, duit yang keluarnya kebanyakaaan…
Pada akhirnya budget lah yang menentukan.
Laptopku udah 6 tahunan nih, udah ditambahkan SSD juga. Cuma belum cek lagi apa kuat diinstall Windows 11.
Iyaa laptop yg cakep sekarang udah 10 juta up. Kalau ada budgetnya pengen beli laptop second tapi yg keluaran 2-3 tahun lalu, yg minimal gen 11.
Kalau dulu laptop pertamaku bertahan selama 8 tahun. Gak tahu kalau laptop keluaran baru bisa bertahan berapa lama. Apa beli PC aja ya?
Alhamdulillah mbak, kalo masih aman mah gausah install windows 11. Paling bener windows 10 aja ehehehe.
Kalo PC malah repot, gabisa dibawa kemana-mana euy